Rabu, 27 September 2017

Rabun Senja



 
Rabun senja, atau yang disebut juga dengan nyctalopia, adalah penurunan daya penglihatan yang dialami seseorang pada senja hari atau pada saat pencahayaan meredup, akibat kerusakan pada fungsi sel batang pada retina.
Mata sebagai indera penglihatan diciptakan untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi terang atau gelap dalam waktu singkat. Pada rabun senja, terjadi penurunan kemampuan mata untuk beradaptasi atau menyesuaikan penglihatan dengan pencahayaan redup. Hal ini bisa terjadi apabila terdapat degenerasi (penurunan fungsi) pada sel batang, yaitu sel saraf sensorik mata yang berkerja pada pencahayaan redup. Rabun senja juga bisa terjadi apabila terdapat kekurangan pigmen rhodopsin pada sel batang tersebut, bisa karena keturunan, bisa juga karena kekurangan vitamin A.
Tidak semua kondisi rabun senja dapat diobati. Hal ini tergantung dari tingkat keparahan atau kerusakan yang dialami oleh penderitanya.

Penyebab Rabun Senja
Penyebab utama rabun senja atau nyctalopia adalah kerusakan pada sel batang pada retina. Kondisi ini biasanya dipicu oleh masalah kesehatan, seperti:

  • Rabun jauh atau ketidakmampuan mata dalam melihat benda jauh.
  • Katarak. Kondisi ini biasa terjadi pada orang-orang sudah memasuki usia senja, atau bisa juga pada penderita diabetes, dan menyebabkan lensa mata tampak buram atau keruh.
  • Defisiensi vitamin A. Salah satu penyebab kondisi ini adalah penyakit fibrosis kistik yang mengakibatkan saluran pencernaan menjadi tersumbat oleh lendir yang kental dan lengket, sehingga tubuh tidak mampu menyerap serat dan vitamin.
  • Retinitis pigmentosa. Pada kondisi terjadinya penumpukan pigmen pada retina dan menimbulkan penyempitan lapangan pandang yang dikenal dengan tunnel vision. Kondisi ini belum dapat diobati.
  • Glaukoma. Kondisi yang mengakibatkan kerusakan pada saraf optik akibat tekanan di dalam mata dan dapat semakin memburuk seiring waktu.
  • Keratokonus. Penipisan kornea yang disebabkan oleh rendahnya kadar antioksidan pada kornea, sehingga terjadi kerusakan pada jaringan kolagen dan menjadikan kornea menonjol. Selain faktor genetik, kondisi ini juga dapat disebabkan oleh paparan polusi udara.
  • Sindrom Usher. Selain berpengaruh terhadap kemampuan melihat, kondisi ini juga dapat mengganggu daya pendengaran penderitanya.       


Gejala Rabun Senja
Seperti yang telah disebutkan di atas, penderita rabun senja akan kesulitan untuk melihat pada malam hari, serta sulit beradaptasi pada saat terjadi transisi dari terang menuju gelap. Selain dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, kondisi ini juga dapat membahayakan keselamatan diri penderitanya, terutama ketika berkendara atau keluar di malam hari.

Diagnosis Rabun Senja
Mengingat gejala rabun senja tidak jauh berbeda dengan penyakit mata lainnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik serta menanyakan keparahan gejala yang dialami, waktu kemunculan gejala, aktivitas yang biasa dilakukan, penggunaan lensa mata, atau obat-obatan yang dikonsumsi. Selain itu, faktor genetika juga akan menjadi pertimbangan saat melakukan diagnosis.
Untuk memastikan kecurigaan bahwa pasien menderita rabun senja, dapat dilakukan berbagai pemeriksaan tambahan pada mata, antara lain:

  • Tes warna.
  • Tes refraksi mata.
  • Pemeriksaan dengan slit lamp.
  • Tes refleks pupil terhadap cahaya.
  • Pemeriksaan retina.
  • Pemeriksaan ketajaman penglihatan.
  • Elektroretinogram (ERG).
  • Pemeriksaan lapangan pandang.

Selain itu, tes darah juga mungkin akan dilakukan untuk memeriksa kadar glukosa dan vitamin A dalam darah.

Pengobatan Rabun Senja
Pengobatan rabun senja atau nyctalopia akan disesuaikan dengan tingkat keparahan dan faktor penyebabnya. Pengobatan rabun senja yang ringan misalnya dengan penggunaan lensa kontak atau kaca mata, dapat menjadi pilihan bagi penderita.
Apabila penyebabnya adalah kekurangan vitamin A, penanganannya adalah dengan mengatur menu makan dan pemberian suplemen vitamin A akan diberikan.
Jika penderita mengalami katarak, operasi dapat dilakukan untuk mengganti lensa mata yang buram dengan lensa mata bening buatan.
Kondisi rabun senja yang disebabkan oleh faktor genetik umumnya tidak dapat diobati. Dalam hal ini, pasien akan disarankan untuk tidak berkendara atau melakukan aktivitas tanpa penerangan cukup pada malam hari.

Pencegahan Rabun Senja
Rabun senja tidak dapat dicegah sepenuhnya, khususnya jika didasari oleh faktor  genetik. Namun, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menekan tingkat keparahan kondisi, seperti:

  • Mengonsumsi makanan dengan kandungan antioksidan dan mineral tinggi.
  • Memantau kadar gula darah secara rutin.
  • Menggunakan kacamata hitam saat beraktivitas di bawah panas terik untuk menghindari kesilauan.

Defisiensi Vitamin A kerap menjadi alasan utama rabun senja terjadi. Untuk menghindarinya, beberapa asupan makanan berikut dapat menjadi pilihan:

  • Ubi.
  • Wortel.
  • Labu.
  • Mangga.
  • Bayam.
  • Sawi hijau.
  • Susu.
  • Telur.

Penyakit Retina



   
Penyakit retina adalah gangguan pada bagian retina di dalam mata yang berpengaruh buruk terhadap penglihatan seseorang.
Retina sendiri merupakan lapisan tipis di belakang mata dan mengandung jutaan sel yang sensitif terhadap cahaya, serta sel saraf yang menerima dan mengatur informasi visual pada otak melalui saraf optik. Di tengah jaringan saraf tersebut terdapat makula yang berperan untuk penglihatan yang tajam dan terfokus, seperti misalnya untuk membaca atau melihat sesuatu secara detail.
Penyakit retina bisa menganggu penglihatan, bahkan apabila sangat parah dapat mengakibatkan kebutaan. Beberapa jenis penyakit retina yang terjadi di antaranya adalah degenerasi makula, lubang makula, retinitis pigmentosa, ablasi retina, retina robek, serta epiretinal membrane.
Jika Anda mengalami perubahan saat melihat, seperti penglihatan berkurang, terdapat bintik-bintik atau cahaya terang saat melihat, segera dapatkan penanganan secara medis agar penyakit retina tidak bertambah buruk. Pengobatan yang dilakukan tergantung dari jenis penyakit retina dan gejala yang ditimbulkan.

Gejala Penyakit Retina
Banyak jenis penyakit retina menunjukkan gejala yang sama, yaitu padangan kabur, seperti ada bintik terapung atau sarang laba-laba yang menghalangi penglihatan, atau terganggunya lapangan pandang tepi.

Penyebab Penyakit Retina

  • Penyebab dapat dilihat dari jenis penyakit yang diderita, antara lain:
  • Retinopati diabetik, yaitu komplikasi dari dari diabetes mellitus yang mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah retina. Kondisi ini membuat retina bengkak atau terdapat kapiler darah tidak nomal yang pecah sehingga padangan menjadi kabur atau terganggu.
  • Retinitis pigmentosa, merupakan penyakit degeneratif yang berpengaruh pada retina. Adanya perubahan respons retina terhadap cahaya membuat kemampuan penderita dalam melihat semakin berkurang seiring waktu, namun tidak akan buta sepenuhnya.
  • Degenerasi Makula, yaitu kerusakan pada pusat retina, sehingga membuat pandangan menjadi kabur atau ada bagian yang tidak terjangkau penglihatan. Ada dua jenis degenerasi makula, yaitu degenerasi kering dan basah. Gejala awal biasanya dimulai dengan bentuk kering, kemudian berkembang menjadi basah pada satu atau kedua belah mata.
  • Lubang Makula, yaitu defek kecil pada bagian makula yang terbentuk karena tarikan abnormal antara retina dan vitreus, atau karena adanya cedera pada mata.
  • Robekan retina, dapat terjadi pada penyusutan vitreus, yaitu jaringan berbentuk gel di bagian dalam bola mata, sehingga lapisan di bagian belakang bola mata tertarik. Pada area ini terdapat retina, yang dapat ikut tertarik dan robek, apabila tarikan yang terjadi cukup besar.
  • Ablasi retina, terjadi pada robekan retina, di mana terdapat rembesan cairan melalui celah robekan dan mendorong retina terangkat dari jaringan penyangganya. Kondisi ini ditunjukkan dengan kemunculan cairan di bawah retina.
  • Retinoblastoma, yaitu kanker mata langka yang umumnya terdiagnosis pada usia anak.
  • Epiretinal membrane merupakan jaringan parut halus, terlihat seperti membran transparan tipis yang berkerut dan menempel di atas retina. Membran ini menyebabkan tarikan pada retina, sehingga pandangan menjadi kabur atau meliuk.


Diagnosis Penyakit Retina
Penetapan diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan mata secara menyeluruh, riwayat penyakit keluarga dan penyakit lain yang diderita, serta riwayat cidera pada mata. Selain itu, diagnosis perlu ditunjang beberapa pemeriksaan lain guna menentukan lokasi dan tingkat keparahan penyakit retina. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:

  • USG, CT scan, dan MRI. Ketiga pemeriksaan ini dapat memberi gambaran retina yang lebih jelas, guna membantu penetapan diagnosis dan pengobatan, termasuk memeriksa kemungkinan adanya cedera atau tumor pada mata.
  • Optical coherence tomography (OCT). Pemeriksaan ini dapat menampillkan gambaran retina, yang digunakan untuk mendeteksi adanya lubang makula, epiretinal membrane, pembengkakan makula, serta mengamati luas area yang terkena degenerasi makula.
  • Tes Amsler grid, tes yang dilakukan untuk menguji ketajaman pandangan pusat.
  • Angiografi dengan zat kontras. Pemeriksaan angiografi menggunakan cairan kontras fluoresen akan mengisi dan menandai pembuluh darah retina pada waktu dilakukan pemindaian. Melalui pemeriksaan ini dapat diketahui apabila terdapat sumbatan, kebocoran, serta kelainan pada pembuluh darah atau bagian belakang bola mata. Sedangkan untuk dapat mendapatkan gambaran pembuluh darah yang sulit terlihat di jaringan koroid yang terletak di belakang retina, cairan kontras yang digunakan adalah indocynanine green (ICG), yang dapat berpendar jika disinari oleh sinar inframerah.


Pengobatan Penyakit Retina
Pengobatan untuk penyakit retina umumnya adalah melalui tindakan operasi. Beberapa teknik yang dilakukan dalam hal ini adalah:

  • Penyuntikan obat pada mata. Penyuntikan ini terutama ditujukan pada vitreus atau gel bening pada mata. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi degenerasi makula basah, pembuluh darah yang pecah pada mata atau retinopati diabetik.
  • Vitrektomi, yaitu operasi mengganti gel pada vitreus dengan menyuntikkan gas, udara, atau cairan ke dalamnya. Tindakan ini dilakukan untuk mengobati pemisahan retina, lubang makula, trauma, atau infeksi pada mata.
  • Cyropexy, yaitu pembekuan dinding luar mata untuk mengobati retina yang robek. Tujuannya adalah untuk memperlambat kerusakan akibat luka dan mengembalikan retina agar tetap berada di dinding bola mata.
  • Scatter laser photocoagulation. Prosedur ini dapat dilakukan untuk menyusutkan pembuluh darah baru yang tidak normal atau pendarahan yang membahayakan mata. Tindakan ini berguna untuk mengobati retinopati diabetik.
  • Pneumatic retinopexy, yaitu penyuntikan udara atau gas pada mata untuk mengatasi beberapa jenis pemisahan retina. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan cyropexy atau laser photocoagulation.
  • Scleral buckling atau perbaikan permukaan mata guna mengatasi pemisahan retina. Tindakan ini diakukan dengan menambahkan silikon di luar permukaan mata (sklera) dan dapat dilakukan bersama tindakan lainnya.
  • Implantasi prostesis retina yang dilakukan untuk orang yang sulit melihat atau menderita kebutaan akibat penyakit retina.
  • Operasi laser yang dilakukan untuk memperbaiki robekan atau lubang pada retina. Selain memperbaiki robekan retina, pemanasan dengan sinar laser pada bagian yang robek tersebut juga akan menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang dapat mengikat retina dengan jaringan penyangganya. Apabila operasi ini segera dilakukan pada kasus robekan retina, maka akan menurunkan risiko terjadinya ablasi retina.

Tujuan utama dari semua penanganan di atas adalah untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan penyakit serta mempertahankan, memperbaiki atau mengembalikan penglihatan.

Floaters



   
Floaters adalah bayangan benda berukuran kecil hingga besar yang tampak melayang-layang pada penglihatan. Ukuran floaters bisa bervariasi, mulai dari bintik-bintik hitam kecil hingga bayangan yang lebih besar seperti bentuk tali panjang. Floaters biasanya muncul saat seseorang melihat cahaya terang seperti matahari atau menatap warna dasar seperti warna putih terlalu lama.
Pada umumnya, floaters terjadi karena faktor usia. Pada mata normal, cahaya masuk melewati lensa dan kornea mata dan dilanjutkan menuju retina yang terletak di bagian belakang mata. Di antara bagian depan dan belakang mata ini terdapat cairan lendir kenyal yang berfungsi untuk mempertahankan bentuk bola mata, yang disebut vitreus. Seiring bertambahnya usia, kekentalan vitreus akan berkurang, dan akan mulai muncul sisa-sisa kotoran yang menggenang di dalamnya. Sisa kotoran yang melayang inilah yang tampak sebagai floaters.
Terlepas dari umur, ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya floaters seperti kecelakaan yang melukai mata, rabun dekat, peradangan mata, infeksi, komplikasi diabetes, sobekan retina, tumor intraokular,atau migrain.

Gejala Floaters
Pada umumnya, floaters tidak mengakibatkan rasa sakit namun mungkin saja dapat mengganggu penglihatan secara berlebih. Gejala floaters yang tergolong tidak berbahaya adalah seperti melihat bintik-bintik kecil atau garis seperti bayangan tali pada mata, dan tetap ada mengikuti alur penglihatan untuk beberapa saat. Namun, jika Anda mengalami gejala yang tidak biasa seperti bintik-bintik atau bayangan tali menjadi berubah ukuran, melihat kilatan cahaya, kelihangan penglihatan tepi, penglihatan buram hingga mengalami rasa sakit pada bagian mata, sangat disarankan untuk temui dokter secepatnya.

Penyebab Floaters
Floaters dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, antara lain:

  • Usia. Semakin bertambahnya usia, kondisi di dalam mata pun mengalami perubahan. Cairan vitreus yang awalnya memiliki konsistensi kenyal untuk menjaga bentuk bola lama kelamaan akan mencair dan kehilangan elastisitasnya. Akibatnya, vitreus akan mengerut, dan beberapa bagian dari dalam bola mata akan ikut tertarik. Saat vitreus mengerut dan bertambah padat, akan mulai muncul sisa-sisa kotoran yang terlepas yang akhirnya menghalangi jalur penglihatan.
  • Perdarahan pada mata. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan perdarahan di vitreus, antara lain trauma langsung pada mata atau saat terjadi gangguan pada pembuluh darah di dalam mata, seperti yang terjadi pada kasus retinopati diabetik.
  • Peradangan pada mata bagian belakang. Kondisi ini disebut juga dengan istilah uveitis posterior, di mana lapisan uvea (lapisan di bola mata bagian belakang) mengalami peradangan akibat infeksi.
  • Sobekan retina. Sobekan retina ini dapat terjadi pada saat vitreus yang mengerut mampu menarik lapisan retina. Apabila tidak segera ditangani, sobekan retina ini akan menyebabkan lepasnya lapisan retina, yang dapat berisiko untuk terjadinya kebutaan.


Diagnosis Floaters
Jika Anda mengalami masalah floaters yang tidak biasa, sangat disarankan untuk menemui dokter spesialis mata. Jelaskanlah dengan lengkap mengenai gejala dan riwayat penyakit Anda (khususnya mata) agar memudahkan dokter untuk mendiagnosa. Jika dokter menemukan gejala yang cukup parah, khususnya yang berkaitan dengan retina (yang biasanya jarang terjadi), dokter mungkin akan melakukan beberapa tes seperti:

  • Tes fisik. Dokter akan melihat aktifitas retina Anda melalui pupil dan memantau besar kecilnya saat terpapar cahaya. Jika tidak dapat didiagnosa secara langsung, dokter akan menggunakan cairan tetes mata untuk melebarkan pupil dan memudahkan dokter memeriksa kondisi Selain itu, dokter mungkin juga akan menggunakan alat bantu bernama slit lamp bersama dengan pencahayaan yang terang untuk memeriksa bagian dalam mata. Biasanya setelah melakukan tes dengan bantuan cairan tetes mata atau slit lamp, penglihatan Anda akan merasa buram atau silau untuk beberapa jam. Disarankan untuk tidak mengemudi atau melakukan aktivitas diluar ruangan hingga rasa silau tersebut mereda.
  • Tes Tonometri. Jika diperlukan, tes tonometri atau tes memeriksa tekanan mata dapat dilakukan untuk melihat kemampuan dan kekuatan dari mata penderita (tekanan intraokular).


Pengobatan Floaters
Floaters biasanya tidak memerlukan pengobatan khusus karena dapat menghilang dengan sendirinya. Namun, jika kadar floaters tersebut dirasa sangat mengganggu penglihatan, terdapat beberapa pilihan pengobatan yang biasa disarankan dokter, seperti:

  • Terapi Laser. Dokter akan mengarahkan sinar laser khusus pada badan kaca (vitreous humour) untuk menghancurkan floaters menjadi partikel yang lebih kecil, sehingga tidak menggangu penglihatan. Terapi ini harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat merusak retina jika pengarahan laser tidak tepat.
  • Vitrektomi. Jika terapi laser tidak banyak membantu, operasi vitrektomi dapat menjadi pilihan bagi penderita floaters. Operasi ini dilakukan dengan mengangkat badan kaca berikut butiran-butiran kecil yang mengambang dan menggantikannya dengan cairan garam steril. Sebelum melakukan operasi vitrektomi, disarankan untuk konsultasi dengan dokter terlebih dahulu guna mengetahui resiko dan efek samping yang mungkin terjadi.


Komplikasi Floaters
Floaters pada umumnya tidak mengakibatkan komplikasi, namun resiko dapat meningkat saat penderita mengambil langkah operasi vitrektomi, seperti:

  • Kerobekan dan pendarahan pada retina
  • Ablasio atau terlepasnya retina dari mata
  • Katarak

Segera temui dokter jika mengalami komplikasi atau merasa perbedaan yang tidak biasa setelah melakukan operasi atau terapi lainnya.

Pencegahan Floaters
Floaters umumnya tidak dapat dicegah. Meskipun begitu, Anda disarankan untuk memeriksa kesehatan mata di optik atau klinik mata setidaknya setiap 2 tahun sekali guna mengetahui status kesehatan mata Anda. Pemeriksaan juga berfungsi untuk memastikan bahwa floaters bukan merupakan gejala dari suatu kondisi yang lebih serius yang dapat merusak penglihatan mata.

Katarak Pada Manula



   
Katarak adalah bagian keruh pada lensa mata yang biasanya bening dan akan mengaburkan penglihatan. Katarak tidak menyebabkan rasa sakit dan termasuk penyakit yang sangat umum terjadi.
Lensa mata adalah bagian transparan di belakang pupil (titik hitam di tengah bagian mata yang gelap) yang berfungsi untuk memfokuskan cahaya pada lapisan retina. Dengan adanya katarak, kejernihan lensa mata berkurang dan cahaya yang masuk ke mata menjadi terhalang. Seiring bertambahnya usia, umumnya lensa mata perlahan-lahan akan keruh dan berkabut. Jadi katarak adalah penyakit yang biasa terjadi seraya kita bertambah tua. Banyak pengidap yang pada akhirnya membutuhkan operasi untuk mengganti lensa yang rusak ini dengan lensa buatan.

Penderita Katarak di Indonesia
Katarak adalah penyebab utama kebutaan di dunia. Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak (katarak anak-anak), meski kemungkinannya sangat kecil. Penyakit ini umumnya ditemukan pada orang-orang lanjut usia dan dikenal sebagai katarak manula.
Di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 210.000 penderita baru yang muncul setiap tahun. Dan lebih dari 50% kebutaan di Indonesia disebabkan oleh katarak.

Gejala-gejala Katarak yang Mungkin Dialami
Katarak umumnya menyerang kedua mata penderita dengan tingkat keparahan yang mungkin berbeda-beda dan tidak bersamaan. Penyakit ini dapat berkembang selama bertahun-tahun dan tanpa terasa oleh penderitanya.
Katarak tidak menyebabkan rasa sakit atau iritasi. Penderita biasanya akan mengalami penglihatan yang samar-samar dan berkabut. Kemudian akan muncul bintik atau bercak saat penglihatannya kurang jelas. Kondisi ini juga dapat memengaruhi pandangan Anda dengan cara-cara seperti:

  • Mata yang sensitif ketika terkena cahaya menyilaukan.
  • Sulit melihat saat cahaya remang-remang (terutama pada malam hari) atau sangat terang.
  • Semua menjadi terlihat ganda.
  • Semua terlihat seperti memiliki semburat kuning atau cokelat.
  • Ukuran lensa kacamata yang sering berubah.
  • Di sekeliling cahaya terang (misalnya, lampu mobil atau lampu jalan) seperti ada lingkaran cahaya.
  • Warna yang terlihat memudar atau menjadi tidak jelas.
Konsultasikanlah dengan optisien (ahli lensa kacamata) jika terdapat perubahan mendadak pada penglihatan Anda.

Optisien akan memeriksa mata dengan oftalmoskop. Alat ini akan memperjelas tampilan mata dan mengeluarkan cahaya terang sehingga optisien dapat melihat bagian dalam mata, termasuk kondisi lensa mata Anda.
Jika terdapat katarak, Anda dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis mata yang dapat memberikan diagnosis dan merencanakan proses pengobatan Anda.

Penyebab dan Faktor Risiko Katarak pada Manula
Penyebab katarak belum diketahui secara pasti. Seiring bertambahnya usia, protein yang membentuk lensa mata akan berubah, termasuk kandungan airnya. Inilah yang memungkinkan lensa mata yang tadinya bening, berubah menjadi keruh.
Hingga saat ini, alasan di balik proses penuaan yang dapat berujung pada perubahan protein di lensa mata belum diketahui. Meski demikian, ada beberapa faktor lain yang akan mempertinggi risiko Anda terkena katarak. Di antaranya adalah:

  • Mata yang terpajan sinar matahari untuk waktu yang lama.
  • Penyakit-penyakit tertentu, misalnya diabetes atau peradangan pada bagian tengah mata (uveitis) jangka panjang.
  • Konsumsi obat kortikosteroid berdosis tinggi untuk waktu lama.
  • Pernah menjalani operasi mata.
  • Pernah mengalami cedera pada mata.
  • Memiliki riwayat katarak dalam keluarga.
  • Pola makan yang tidak sehat dan kekurangan vitamin.
  • Konsumsi minuman keras dalam jumlah banyak secara rutin.
  • Merokok.


Langkah Pengobatan Katarak Pada Manula
Kacamata dan lampu yang lebih terang mungkin bisa membantu katarak yang ringan. Meski demikian, katarak akan berkembang seiring waktu dan akhirnya penderita akan membutuhkan operasi.
Satu-satunya langkah pengobatan yang terbukti paling efektif adalah operasi. Efek penyembuhan dari operasi akan sangat signifikan, terutama bagi penderita dengan kondisi katarak yang sudah menghambat kegiatan sehari-hari.
Dalam operasi katarak, lensa yang keruh akan diangkat dan digantikan dengan lensa plastik bening. Operasi tersebut biasanya dilakukan dengan pembiusan lokal agar mata Anda menjadi mati rasa.
Usai operasi, dokter umumnya akan menganjurkan penggunaan dua jenis obat tetes mata. Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi dan yang mengandung steroid guna mengurangi pembengkakan.
Di samping penggunaan obat tetes mata, ada beberapa hal yang sebaiknya Anda hindari selama masa pemulihan. Hal ini dilakukan guna mencegah infeksi maupun komplikasi. Aktivitas-aktivitas yang harus dijauhi tersebut meliputi menggosok mata, berenang, aktivitas fisik yang berat (seperti menggendong anak atau menggeser perabotan), serta menggunakan kosmetik pada mata (misalnya, eyeliner atau eyeshadow). Anda juga perlu berhati-hati menjaga kebersihan mata saat berada di tempat yang berangin dan berdebu serta saat keramas.
Meski pemulihan dari operasi akan membutuhkan beberapa waktu (dari beberapa hari hingga minggu), hampir semua orang yang menjalaninya akan merasakan peningkatan pada penglihatan mereka. Penderita biasanya bisa kembali melakukan rutinitas secara normal dalam waktu dua minggu setelah operasi.
Pemakaian kacamata juga mungkin akan diperlukan untuk membantu penglihatan jauh atau dekat. Sama halnya jika Anda telah berkacamata, ukuran lensa bisa berubah. Disarankan untuk menunggu pemulihan sampai selesai sebelum membuat kacamata baru.

Perkembangan Baru Dalam Pengobatan Katarak
Seiring dengan perkembangan teknologi, operasi pengangkatan katarak sekarang bisa dilakukan dengan proses komputerisasi. Dalam proses ini, sinar laser khusus akan dipandu melalui gambar tiga dimensi sehingga sayatan bisa lebih akurat sesuai dengan petunjuk dari ahli bedah. Selain keakuratan, beberapa ahli juga menyebutkan bahwa prosedur ini berpotensi mempersingkat durasi operasi katarak.

Mata Kering



   
Penyakit mata kering adalah kondisi mata yang mengalami kekurangan cairan akibat air mata yang mudah menguap atau produksi air mata yang terlalu sedikit.
Nama lain dari penyakit mata kering adalah keratoconjunctivitis sicca atau sindrom mata kering. Seseorang yang mengalami penyakit ini akan mendapatkan gejala-gejala, berupa:

  • Mata merah
  • Mata bengkak
  • Mata terasa panas
  • Mata terasa sakit
  • Mata terasa berpasir dan kering
  • Mata terasa gatal
  • Penglihatan menjadi sensitif terhadap sinar matahari
  • Penglihatan buram sementara yang membaik ketika berkedip
  • Adanya selaput lendir tipis di sekitar mata
  • Kelopak mata atas dan bawah saling menempel ketika bangun tidur.

Tingkat keparahan penyakit mata kering bervariasi, mulai dari tingkat ringan hingga tingkat parah dengan rasa sakit atau bahkan disertai komplikasi. Pada sebagian besar kasus yang ada, gejala-gejala yang dirasakan tergolong ringan.

Penyebab Mata Kering
Turunnya atau terganggunya produksi air mata, serta menguapnya air mata yang terlalu cepat pada kasus penyakit mata kering bisa dipicu oleh beberapa faktor, di antaranya:

  • Usia (sebagian besar kasus penyakit mata kering terjadi pada lansia).
  • Perubahan hormon, misalnya ketika hamil, ketika menggunakan pil kontrasepsi, dan ketika menjelang masa menopause.
  • Aktivitas dan kebiasaan yang menyebabkan frekuensi mata berkedip berkurang misalnya membaca, bekerja di depan komputer, dan menulis.
  • Penyakit tertentu, misalnya blefaritis, disfungsi kelenjar meibomian, dermatitis kontak, rheumatoid arthritis, konjungtivitis alergi, sindrom Sjogren, HIV, skleroderma, bell’s palsy, dan lupus
  • Cedera pada mata
  • Paparan radiasi
  • Efek samping pemakaian kontak lensa
  • Efek samping operasi laser pada mata (Lasik)
  • Efek samping obat-obatan (misalnya antidepresan, diuretik, beta-blockers, dan antihistamin)
  • Lingkungan (misalnya tinggal di wilayah tinggi, atau beriklim kering, panas, dan berangin)


Diagnosis Mata Kering
Pemeriksaan penyakit mata kering bisa dilakukan oleh dokter spesialis mata dengan melihat tanda-tanda yang terlihat pada mata, serta gejala yang dirasakan oleh penderita. Selain dengan pemeriksaan biasa, kadang-kadang dokter juga membutuhkan teknik pemeriksaan khusus untuk memperkuat analisis.
Salah satu jenis tes untuk menentukan pasien terkena penyakit mata kering atau tidak adalah Schirmer’s test. Melalui tes ini dokter akan mengukur tingkat kekeringan pada mata dengan cara menempelkan potongan kertas khusus yang dapat menyerap cairan di kelopak mata bagian bawah selama 5 menit. Jika dalam waktu tersebut panjang area yang basah pada kertas hanya kurang dari 10 milimeter, berarti pasien mengalami penyakit mata kering.
Untuk mengetahui seberapa cepat air mata mengering, dokter bisa melakukan tes yang disebut Fluorescein dye test. Tes yang di dalamnya dibantu dengan cairan pewarna khusus berwarna kuning dan jingga ini juga bisa digunakkan untuk mendeteksi adanya kerusakan pada permukaan mata.
Selain dengan Fluorescein dye test, kerusakan pada permukaan mata juga bisa dideteksi dengan Lissamine green test.

Pengobatan Mata Kering
Sebelum pergi ke dokter, cobalah obati sendiri dahulu mata kering Anda jika gejalanya masih tergolong ringan. Gunakanlah obat tetes mata yang dijual bebas di apotik yang memiliki khasiat melembabkan mata atau berfungsi sebagai pengganti air mata.
Jika pengobatan yang Anda lakukan sendiri di rumah tidak berhasil, maka temuilah dokter. Oleh dokter, Anda biasanya akan diresepkan obat-obatan yang bisa menstimulasi produksi air mata atau meningkatkan jumlah air mata, serta menurunkan risiko kerusakan pada kornea.
Jika obat-obatan tidak mampu mengatasi mata kering, maka dokter akan menawarkan Anda prosedur penyumbatan saluran pembuangan air mata atau sumbat punktus. Melalui prosedur ini, lubang-lubang pembuangan air mata yang terdapat di sudut mata akan disumbat agar mata tidak cepat kering. Prosedur sumbat punktus ada yang sifatnya sementara dan ada juga yang permanen. Jika diperlukan, prosedur penyumbatan secara permanen akan dilakukan oleh dokter dan tentunya atas persetujuan pasien.

Pencegahan Mata Kering

  • Penyakit mata kering bisa dicegah dengan cara:
  • Menjaga kebersihan mata dan area di sekitarnya.
  • Melindungi mata Anda dari paparan debu jika tinggal di wilayah kering dan berangin.
  • Menggunakan produk pelembap udara yang dijual bebas di pasaran.
  • Menghindari pemakaian make-up mata seperti eyeliner dan mascara.
  • Mengonsumsi makanan yang kaya akan zat omega-3 dan omega-7.
  • Melindungi mata dari paparan asap apabila sedang berada di jalan raya.
  • Mengistirahatkan mata Anda jika sudah terasa lelah atau tegang setelah bekerja seharian di depan layar komputer.

Retinoblastoma



 
Retinoblastoma adalah kanker pada mata yang umumnya dialami oleh anak-anak, namun dapat juga dialami oleh orang dewasa. Retinoblastoma menyerang selaput jala mata atau retina yang terletak pada dinding mata sebelah dalam. Retinoblastoma dapat menyerang salah satu atau kedua mata. Kebanyakan penyakit ini terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.


Penyebab Retinoblastoma

Retina manusia dibentuk oleh sel-sel yang disebut retinoblas. Kanker terjadi karena adanya mutasi genetik yang membuat retinoblas terus bereproduksi hingga tumor tumbuh pada retina. Kanker ini dapat tumbuh ke seluruh bagian mata hingga menyebar ke bagian tubuh lain, seperti otak dan tulang belakang.

Faktor risiko Retinoblastoma
Terjadinya mutasi genetik pada penyakit Retinoblastoma tidak diketahui pada sebagian besar kasus, namun ada kemungkinan bahwa seorang anak mengalami penyakit ini karena diturunkan dari orang tua. Retinoblastoma yang diturunkan disebut retinoblastoma heresiter. Retinoblastoma jenis ini biasanya mengenai kedua mata serta dapat berkembang bahkan sejak usia sangat muda.
Retinoblastoma yang tidak disebabkan oleh mutasi genetik umumnya terjadi secara kebetulan dan hanya mengenai salah satu mata. Sementara retinoblastoma pada orang dewasa bisa juga dipicu oleh penyakit diabetes atau terdapat sejarah penyakit mata lainnya di dalam riwayat kesehatan keluarga.


Gejala dan komplikasi Retinoblastoma

Gejala umum retinoblastoma dapat berupa leukokoria, yaitu terdapat warna putih pada pupil mata saat disinari cahaya. Dapat juga terjadi juling, pembengkakan mata, dan mata merah. Segera temui dokter jika kondisi mata anak memburuk, seperti mata merah yang tidak kunjung membaik.
Penyakit ini bisa menyebabkan kebutaan dan timbulnya kanker jenis lain pada anak-anak yang pernah mengidap retinoblastoma. Kanker dapat timbul kembali di mata yang sehat atau di bagian tubuh lain. Pengidap retinoblastoma akan disarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan mata secara rutin, sebelum dan sesudah perawatan untuk meminimalisasi retinoblastoma terulang kembali.

Diagnosis Retinoblastoma
Serangkaian tes perlu dilakukan sebelum seorang spesialis mata dapat memberikan diagnosis retinoblastoma kepada pasien. Dokter akan menggunakan oftalmoskop khusus untuk melihat dengan jelas, apakah ada tumor pada retina mata pasien. Pemeriksaan mata ini dapat dilakukan dengan obat anestesi untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Dokter juga bisa menyarankan tes pencitraan untuk mengetahui seberapa banyak sel kanker yang telah menyebar dan apakah kanker sudah  meluas ke bagian tubuh lain. Tes pencitraan sel kanker yang disarankan meliputi tes ultrasound, CT scan, dan MRI. Dokter mungkin akan merujuk kepada dokter spesialis kanker, konsultan genetik, atau ahli bedah selama proses perawatan berjalan.
Jika Anda memiliki sejarah retinoblastoma, tanyakan kepada dokter mengenai kapan anak Anda sebaiknya mulai menjalani pemeriksaan mata secara rutin. Bagaimanapun juga, anak pengidap retinoblastoma akan lebih sering mengalami pemeriksaan rutin dan bisa berlangsung hingga 5 tahun.

Stadium Retinoblastoma
Tahapan retinoblastoma dibedakan berdasarkan ukuran, tingkat penyebaran, dan lokasi kanker. Tahapan ini akan berpengaruh kepada jenis prosedur perawatan yang diterapkan. Retinoblastoma yang didiagnosis pada stadium awal akan memiliki tingkat kesuksesan pengobatan yang lebih besar.
Adapun tahapan penyebaran retinoblastoma dimulai dari saat sel kanker ditemukan pada salah satu atau kedua mata dan belum menyebar ke jaringan di luar mata, atau disebut sebagai tahap intraocular retinoblastoma. Kondisi selanjutnya adalah ketika sel kanker telah menyebar ke luar mata atau tubuh bagian lain. Kondisi ini berarti kanker sudah masuk ke tahap extraocular retinoblastoma. Recurrent retinoblastoma terjadi setelah perawatan berakhir lalu Retinoblastoma terulang lagi di mata penderita atau menyebar ke bagian tubuh lain.


Penanganan Retinoblastoma

Dokter akan melihat sejauh mana tingkat keparahan pasien. Selanjutnya akan ditentukan apakah kebutaan masih dapat dihindari atau perlunya dilakukan pengangkatan mata yang akan digantikan dengan mata buatan.
Salah satu cara mengobati Retinoblastoma adalah menggunakan terapi laser (laser photocoagulation). Terapi sinar laser dapat digunakan untuk menghancurkan pembuluh darah yang menutrisi tumor dan menyebabkan matinya sel kanker.
Pilihan terapi lainnya adalah dengan krioterapi atau terapi dingin. Terapi ini menggunakan cairan nitrogen yang sangat dingin untuk membekukan sel kanker sebelum diangkat. Proses pembekuan dan pengangkatan ini dapat dilakukan beberapa kali selama prosedur perawatan. Proses ini dilakukan hingga sel kanker mati. Selain itu, terdapat terapi panas yang merupakan kebalikan dari terapi dingin. Termoterapi menggunakan gelombang ultrasonik, gelombang mikro, atau laser untuk mengarahkan panas dan membunuh sel kanker.
Obat kemoterapi dan terapi radiasi (radioterapi) dapat juga termasuk cara yang biasa digunakan untuk membasmi sel kanker Retinoblastoma. Jika kemoterapi menggunakan obat untuk membunuh sel kanker, maka terapi radiasi menggunakan penyinaran X-ray untuk melakukannya. Radiasi internal atau brachytherapy menggunakan alat yang ditempatkan di dekat tumor untuk mengurangi risiko terpaparnya jaringan sehat terhadap radiasi. Bagi penderita retinoblastoma parah, terapi radiasi eksternal dapat dilakukan untuk memberikan paparan radiasi yang lebih besar. Dibandingkan terapi internal, terapi ini berisiko turut merusak jaringan yang sehat.
Tindakan operasi pengangkatan mata dilakukan bila ukuran tumor sudah terlalu besar dan/atau tumor sudah tidak bisa diobati dengan perawatan lainnya. Operasi pengangkatan mata terdiri dari beberapa tahapan yang diawali dengan pengangkatan bola mata yang terjangkit kanker atau disebut enukleasi. Setelah itu, sebuah bola buatan (implan) dipasang dan disambungkan dengan otot-otot mata. Jaringan otot ini akan beradaptasi dengan jaringan mata seiring proses penyembuhan anak, sehingga nantinya mata implan dapat bergerak seperti mata alami walaupun tidak bisa melihat. Mata tiruan baru akan dipasang  beberapa minggu setelah operasi dan diletakkan bersama implan mata di balik kelopak mata. Selain berdampak kepada penglihatan anak, prosedur operasi ini juga memiliki efek samping pendarahan dan infeksi.
Anak yang didiagnosis retinoblastoma harus segera ditangani sebelum tahapan kanker menjadi sulit untuk disembuhkan hingga menyebabkan hilangnya penglihatan. Tes dan pemeriksaan pasca perawatan sebaiknya dijalani dengan tekun, khususnya bagi anak dengan mutasi genetik turunan.

Pencegahan retinoblastoma
Sementara sebagian besar kasus retinoblastoma belum memiliki tindak pencegahan yang pasti, pemeriksaan mata secara rutin yang dimulai sejak lahir dapat mendeteksi retinoblastoma lebih cepat. Biasanya, kunjungan rutin ke dokter anak pada tahun-tahun awal anak dilahirkan, sudah mencakup pemeriksaan mata. Dokter akan mengecek tanda-tanda penyakit turunan termasuk tanda-tanda tumor pada mata. Pemeriksaan mata secara rutin pada orang dewasa dapat dilakukan paling tidak setahun sekali untuk memonitor kesehatan mata serta memperkecil risiko kanker terulang kembali.

Bintitan



   
Bintitan atau yang dalam bahasa medis disebut hordeolum adalah kondisi ketika bintil menyakitkan yang mirip jerawat atau bisul tumbuh di tepi kelopak mata. Sebagian besar bintitan hanya muncul pada salah satu mata. Kondisi ini juga umumnya tidak berdampak buruk pada kemampuan penglihatan pengidap.
Bintitan biasanya terjadi di kelopak mata bagian luar, tapi terkadang juga bisa muncul di bagian dalam. Bintil yang tumbuh di bagian dalam lebih menyakitkan daripada yang tumbuh di luar.

Gejala-gejala Bintitan
Indikasi bintitan mudah terdeteksi dari tumbuhnya benjolan merah yang mirip bisul pada kelopak mata. Gejala-gejala lain yang menyertai kondisi ini meliputi:

  • Mata berair.
  • Mata atau kelopak mata yang memerah.
  • Kelopak mata yang bengkak dan terasa nyeri.

Hampir semua kasus bintitan tidak membutuhkan penanganan medis khusus dan bisa sembuh dengan nya sendiri. Meskipun begitu, risiko komplikasi tetap ada. Karena itu, Anda sebaiknya memeriksakan diri ke dokter jika bintitan yang Anda alami tidak menunjukkan tanda-tanda membaik setelah 2 hari dan pembengkakan menyebar hingga ke bagian lain wajah, seperti pipi.

Penyebab dan Faktor Risiko Bintitan
Penyebab utama bintitan adalah bakteri stafilokokus. Contoh infeksi akibat bakteri yang dapat memicu bintitan adalah infeksi yang terjadi pada akar bulu mata, kelenjar minyak, dan kelenjar keringat.
Bakteri stafilokokus biasanya hidup pada kulit manusia tanpa menyebabkan penyakit. Namun risiko bintitan akan meningkat apabila kita menyentuh mata dengan tangan yang kotor. Selain itu, terdapat sejumlah faktor risiko lain yang meliputi:

  • Menggunakan kosmetik yang sudah kedaluwarsa.
  • Tidak membersihkan kosmetik ketika akan tidur.
  • Memakai lensa kontak yang tidak steril atau tangan Anda tidak bersih saat memasangnya.
  • Mengidap peradangan pada kelopak mata atau blefaritis, terutama tipe kronis. Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau komplikasi akibat penyakit kulit rosaseae.


Pengobatan Bintitan
Sebagian besar bintitan bisa sembuh dengan sendirinya dalam waktu 7 hingga 20 hari. Bintitan akan sembuh setelah pecah dan mengeluarkan nanah. Meski demikian, jangan pernah memencet atau memecahkan benjolan bintitan sendiri karena dapat memicu penyebaran infeksi. Tunggulah sampai benjolan pecah secara alami.
Terdapat langkah-langkah sederhana yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi gejala serta ketidaknyamanan karena bintil tersebut. Beberapa di antaranya adalah:

  • Menjaga kebersihan mata, misalnya dengan menghindari pemakaian kosmetik untuk sementara.
  • Kompres air hangat selama 5 sampai 10 menit. Mengompres kelopak mata dengan air hangat sebanyak 2-3 kali sehari dapat mengurangi rasa nyeri sekaligus mempercepat kesembuhan.
  • Jangan memakai lensa kontak. Hindari lensa kontak sampai bintitan sembuh.
  • Analgesik. Anda bisa mengonsumsi analgesik atau obat pereda sakit jika dibutuhkan.

Apabila bintitan tidak kunjung sembuh dan rasa nyeri bertambah parah, Anda sebaiknya berobat ke dokter. Langkah penanganan yang umumnya dilakukan adalah mengeluarkan nanah agar tekanan pada mata bisa berkurang.
Meski jarang, penggunaan antibiotik mungkin akan dianjurkan. Terutama jika Anda juga mengalami komplikasi lain, seperti kalazion (kista yang disebabkan oleh tersumbatnya salah satu kelenjar pada kelopak mata) atau selulitis preseptal (infeksi pada jaringan di sekitar mata).

Pencegahan Bintitan
Menjaga kebersihan mata adalah langkah terpenting agar terhindar dari bintitan. Proses tersebut dapat kita lakukan melalui langkah-langkah sederhana sebagai berikut:

  • Jangan menggosok mata. Tindakan ini dapat memicu iritasi dan berpindahnya bakteri ke mata.
  • Lindungi mata Anda dengan senantiasa mencuci tangan sebelum menyentuh mata atau memakai kacamata pelindung saat membersihkan rumah agar terhindar dari debu.
  • Jika Anda memakai lensa kontak, cuci dan sterilkan sebelum digunakan. Pastikan Anda tidak lupa mencuci tangan sebelum memasangnya.
  • Perhatikan kosmetik yang Anda gunakan. Hindari kosmetik yang kedaluwarsa, bersihkan dandanan pada mata sebelum tidur, dan buanglah kosmetik untuk mata yang pernah Anda gunakan sebelum dan sewaktu mengidap bintitan.
  • Segera tangani infeksi atau inflamasi pada kelopak mata dengan seksama.

Glaukoma





   
Glaukoma adalah jenis gangguan penglihatan yang ditandai dengan terjadinya kerusakan pada saraf optik yang biasanya diakibatkan oleh adanya tekanan di dalam mata. Gejala-gejala glaukoma dapat berupa:

  • Nyeri pada mata
  • Sakit kepala
  • Melihat bayangan lingkaran di sekeliling cahaya
  • Mata memerah
  • Mual atau muntah
  • Mata berkabut (khususnya pada bayi)
  • Penglihatan yang makin menyempit hingga pada akhirnya tidak dapat melihat obyek sama sekali
  • Glaukoma-alodokter

Menurut Badan Kesehatan Dunia atau WHO, glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbesar di seluruh dunia setelah katarak. Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang didapat oleh Kementrian Kesehatan (kemenkes), prevalensi penderita glaukoma pada tahun 2007 mencapai 4,6 per 1000 penduduk.

Penyebab glaukoma
Penyebab glaukoma adalah meningkatnya tekanan di dalam mata (tekanan intraokular), baik akibat produksi cairan mata yang berlebihan, maupun akibat terhalangnya saluran pembuangan cairan tersebut. Tekanan ini dapat merusak serabut saraf retina atau jaringan saraf yang melapisi bagian belakang mata dan saraf optik yang menghubungkan mata ke otak juga. Hingga kini, belum jelas kenapa produksi cairan mata bisa berlebihan atau kenapa saluran pembuangannya bisa tersumbat.
Jenis glaukoma
Dua jenis glaukoma yang paling umum adalah glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka.
Kasus glaukoma sudut tertutup lebih banyak ditemukan di negara-negara asia. Pada kondisi ini, tekanan yang terjadi di dalam mata disebabkan oleh drainase yang buruk akibat kanal pembuangan terblokir oleh sempitnya sudut antara kornea dan iris.
Sedangkan pada kasus glaukoma sudut terbuka, struktur mata tampak normal namun ada masalah di dalam saluran mata yang disebut trabecular meshwork. Masalah ini menyebabkan cairan mata tidak bisa mengalir dengan baik.
Selain dua jenis glaukoma di atas, ada lagi jenis glaukoma lainnya yaitu glaukoma sekunder dan glaukoma kongenital. Glaukoma sekunder disebabkan oleh peradangan pada lapisan tengah mata (uveitis) atau cedera pada mata. Sedangkan glaukoma kongenital disebabkan oleh kelainan pada mata (kondisi bawaan). Glaukoma kongenital diidap oleh anak-anak.

Diagnosis glaukoma
Karena glaukoma menyebabkan saraf optik terganggu, maka diagnosis akan difokuskan pada hal tersebut. Dokter mata akan memeriksa daya penglihatan pasien melalui pupil yang melebar (dilatasi). Sebuah prosedur untuk memeriksa tekanan mata juga akan dilakukan. Prosedur ini disebut tonometri. Dokter juga akan melakukan tes lapang pandang untuk memeriksa apakah penglihatan tepi pasien telah berkurang.

Pengobatan glaukoma
Sangat penting untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika Anda mengalami penurunan daya lihat yang mungkin saja disebabkan oleh glaukoma. Kerusakan mata yang ditimbulkan oleh glaukoma tidak dapat diobati atau diperbaiki kembali. Namun tujuan pengobatan kondisi ini adalah untuk mengurangi tekanan intraokular pada mata dan mencegah meluasnya kerusakan pada mata. Secara umum, glaukoma bisa ditangani dengan obat tetes mata, obat-obatan yang diminum, terapi laser, serta operasi.

Gejala Glaukoma
Gejala glaukoma bisa terjadi secara cepat (akut) atau bisa juga secara perlahan-lahan (kronis).
Pada kasus glaukoma sudut tertutup, sering kali gejala berkembang dengan cepat atau akut. Orang yang terkena kondisi ini akan mengalami gejala nyeri dan merah pada mata, penglihatan menjadi buram, sakit kepala, mual dan muntah, seperti melihat lingkaran cahaya di sekitar lampu. Gejala glaukoma sudut tertutup akut bisa muncul-hilang selama satu atau dua jam. Meskipun tidak konstan, namun kondisi mata makin rusak tiap kali gejala muncul.
Berbeda dengan glaukoma sudut tertutup, gejala pada kasus-kasus glaukoma sudut terbuka sering kali berkembang secara perlahan-lahan atau kronis. Penderita kondisi ini hampir tidak menyadari kerusakan yang terjadi pada mata mereka. Ciri-ciri utama glaukoma sudut terbuka kronis adalah menurunnya penglihatan tepi pada kedua mata secara perlahan-lahan, sebelum akhirnya menjadi sangat sempit atau tunnel vision.

Kasus glaukoma yang jarang terjadi
Dua jenis glaukoma yang lainnya adalah glaukoma sekunder dan kongenital. Pada kasus glaukoma sekunder, gejala glaukoma akan disertai oleh gejala dari kondisi yang mendasari. Contohnya adalah glaukoma yang disebabkan oleh uveitis. Disamping penglihatan menjadi buram atau seperti melihat lingkaran cahaya di sekitar lampu, penderita juga akan merasakan nyeri pada mata dan kepalanya yang juga merupakan gejala dari uveitis.
Sedangkan pada kasus glaukoma kongenital atau bawaan, gejala yang bisa muncul pada anak-anak di antaranya:

  • Mata tampak berair dan berkabut
  • Mata menjadi sensitif terhadap cahaya
  • Mata terlihat membesar (akibat tekanan yang terjadi di dalam mata)
  • Mata terlihat juling

Segera bawa anak Anda ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan jika mereka memiliki tanda-tanda glaukoma kongenital.

Penyebab Glaukoma
Glaukoma terjadi ketika tekanan di dalam mata meningkat akibat cairan mata tidak bisa mengalir dengan baik. Tekanan yang meningkat inilah yang kemudian merusak jaringan saraf pelapis bagian belakang mata yang peka terhadap cahaya (serabut saraf retina) dan saraf yang mengubungkan mata dengan otak (saraf optik).
Cairan mata atau (aqueous humour) merupakan zat penting yang terdapat di dalam mata kita. Tiap hari zat ini diproduksi dan dialirkan secara konstan dari mata ke aliran darah melalui saluran drainase yang disebut trabecular meshwork. Aqueous humour juga menghasilkan tekanan guna menjaga bentuk mata kita. Pada mata orang sehat, aqueous humour mengalir dengan lancar dan tekanan tetap berada pada batas yang aman. Sebaliknya, pada penderita glaukoma, aliran aqueous humour terganggu dan tekanan di dalam mata meningkat.
Salah satu penyebab terhambatnya aliran aqueous humour adalah trabecular meshwork yang terblokir. Hingga kini, faktor yang mendasari penyempitan saluran tersebut masih belum diketahui.
Berikut ini sejumlah faktor yang diduga bisa meningkatkan risiko seseorang terkena glaukoma, di antaranya:

  • Berusia di atas 60 tahun.
  • Pernah mengalami cedera pada mata atau menjalani operasi mata.
  • Pernah terdiagnosis mengalami tekanan mata tinggi atau hipertensi okular.
  • Menderita penyakit mata yang lain (misalnya rabun jauh).
  • Memiliki anggota keluarga yang juga menderita glaukoma.
  • Menggunakan obat kortikosteroid, terutama tetes mata, pada jangka waktu lama.
  • Menderita penyakit anemia sel sabit, diabetes, hipertensi, atau penyakit jantung.
  • Mengalami defisiensi estrogen di usia dini (pada wanita)


Diagnosis Glaukoma
Dalam mendiagnosis glaukoma, selain menanyakan gejala yang pasien rasakan, dokter mata juga akan membutuhkan keterangan mengenai riwayat kesehatan mereka. Dan untuk menguatkan diagnosis, dokter akan melakukan sejumlah tes, di antaranya:

  • Tes tonometry, yaitu pemeriksaan untuk mengukur tekanan di dalam mata. Sebelum tes ini dilakukan, mata pasien akan ditetesi obat bius . Tes tonometry dilakukan dengan bantuan sebuah alat yang dinamakan  tonometer. Alat ini dilengkapi dengan lampu biru di ujungnya. Dokter akan menempelkan tonometer pada mata untuk mengukur tekanan intraokular.
  • Tes perimetri atau tes lapang pandang. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa semua area lapan pandang pasien, termasuk lapang pandang perifer (samping).  Saat tes perimetri dilakukan, pasien akan disuruh melihat rangkaian titik-titik cahaya. Titik-titik cahaya ini sebagian akan terlihat di arealapang pandang periferal (sekitar sisi bola mata) apabila mata pasien sehat. Sebaliknya, jika pasien mengalami glaukoma, titik cahaya tersebut tidak akan tampak dalam lapang pandang periferal.
  • Tes gonioscopy. Pemeriksaan ini bertujuan memeriksa sudut di antara iris dan kornea yang merupakan tempat saluran pembuangan cairan mata. Dokter perlu mengetahui apakah sudut tersebut terbuka atau tertutup.
  • Tes ophthalmoscopy,yaitu pemeriksaan untuk melihat gangguan di area belakang mata. Dalam pemeriksaan ini, mata pasien akan ditetesi obat khusus sehingga pupil mereka membesar. Setelah itu dokter akan meneliti mata pasien dengan sebuah alat. Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan langsung, pemeriksaan tidak langsung, dan pemeriksaan menggunakan slit-lamp.
  • Tes pachymetry, yaitu pemeriksaan untuk mengukur ketebalan kornea.


Pengobatan Glaukoma
Glaukoma harus didiagnosis dan diobati sedini mungkin. Jika kondisi ini diabaikan, maka penyakit ini akan terus berkembang dan penderitanya bisa mengalami kebutaan permanen.
Kerusakan mata yang ditimbulkan oleh glaukoma memang tidak dapat diobati secara total (penglihatan tidak bisa sepenuhnya normal kembali). Namun tujuan pengobatan kondisi ini adalah untuk mengurangi tekanan intraokular pada mata dan mencegah meluasnya kerusakan pada mata.
Glaukoma bisa ditangani dengan obat tetes mata, obat-obatan yang diminum, pengobatan laser, atau prosedur operasi.

Obat tetes mata
Umumnya obat tetes mata sering menjadi bentuk penanganan pertama untuk glaukoma yang disarankan oleh dokter. Obat tetes ini berguna melancarkan pembuangan cairan mata (aqueous humour) atau mengurangi produksinya.
Beberapa jenis obat tetes mata untuk glaukoma adalah:

  • Alpha-adrenergic agonists. Obat ini berfungsi meningkatkan aliran aqueous humour dan mengurangi produksinya. Efek samping yang mungkin saja terjadi setelah menggunakan alpha-adrenergic agonists adalah pembengkakan, gatal, dan merah pada mata, badan terasa lelah, mulut kering, hipertensi, dan detak jantung tidak teratur. Beberapa contoh obat ini adalah brimonidine dan apraclonidine.
  • Beta-blockers. Obat ini bekerja dengan cara memperlambat produksi aqueous humour guna mengurangi tekanan intraokular pada mata. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi beta-blockers adalah mata terasa gatal, tersengat, atau panas. Mata juga bisa menjadi kering. Beberapa contoh obat ini adalah timolol, levobunolol hydrochloride, dan betaxolol hydrochloride..
  • Prostaglandin analogue. Obat ini mampu memperlancar pengaliran aqueous humour sehingga tekanan di dalam mata berkurang. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi prostaglandin analogue adalah sakit, bengkak, dan merah pada mata, mata menjadi sensitif terhadap cahaya, mata menjadi kering, menggelapnya warna mata, pembuluh darah pada bagian putih mata menjadi bengkak, serta sakit kepala. Beberapa contoh obat ini adalah travoprost, bimatoprost, latanoprost, dan tafluprost.
  • Carbonic anhydrase inhibitors. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi produksi aqueous humour sehingga tekanan di dalam mata berkurang. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi carbonic anhydrase inhibitors adalah iritasi pada mata, mulut terasa pahit dan kering, serta mual. Beberapa contoh obat ini adalah dorzolamide dan brinzolamide.
  • Cholinergic agents atau miotic. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pengaliran aqueous humour. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi cholinergic agents atau miotic adalah penglihatan menjadi buram dan pupil mengecil. Salah satu contoh obat ini adalah pilocarpine.
  • Sympathomimetics.  Obat ini mampu memperlancar pengaliran aqueous humour sekaligus mengurangi produksinya. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi sympathomimetics adalah nyeri dan merah pada mata. Salah satu contoh obat ini adalah brimonidine tartrate.

Obat tetes mata tidak boleh digunakan secara sembarangan tanpa resep atau petunjuk penggunaannya dari dokter karena dikhawatirkan bisa berbahaya. Contohnya adalah reaksi obat beta-blockers yang malah memperburuk kondisi orang yang memiliki penyakit jantung dan asma.

Obat-obatan glaukoma yang diminum
Untuk melengkapi kinerja obat tetes atau jika obat tetes terbukti kurang efektif, dokter kemungkinan akan meresepkan obat glaukoma yang diminum. Salah satu contohnya adalah carbonic anhydrase inhibitor. Efek samping yang mungkin terjadi setelah mengonsumsi obat ini adalah:

  • Sakit perut
  • Jari tangan atau kaki kesemutan
  • Sering buang air kecil
  • Batu ginjal
  • Depresi

Terapi laser
Pada kasus glaukoma sudut tertutup, terapi laser ditujukan untuk membuka penyumbatan aqueous humour. Sedangkan pada kasus glaukoma sudut tertutup terapi laser ditujukan untuk memperlancar pengaliran cairan tersebut. Berdasarkan tekniknya, terapi laser dibagi menjadi tiga, yaitu:

  • Trabeculoplasty. Sumbatan di area trabecular meshwork dibuka menggunakan sinar laser.
  • Iridotomy. Aliran aqueous humour diperlancar dengan cara membuat lubang kecil pada iris menggunakan sinar laser.
  • Cyclodiode Laser Treatment. Produksi aqueous humour dibatasi dengan cara merusak sebagian kecil jaringan penghasil aqueous humour.

Prosedur operasi
Berikut ini adalah jenis-jenis operasi glaukoma jika diurutkan berdasarkan penerapannya secara umum:

  • Trabeculectomy. Ini merupakan jenis operasi glaukoma yang paling umum. Trabeculectomy bertujuan memperlancar aliran aqueous humour dengan cara membuang sebagian dari trabecular meshwork.
  • Aqueous shunt implant. Ini merupakan prosedur operasi yang bertujuan memperlancar aliran aqueous humour dengan cara memasang sebuah alat kecil menyerupai selang pada mata.
  • Viscocanalostomy. Melalui operasi ini dokter akan membuang sebagian lapisan luar berwarna putih yang menutupi bola mata (sclera) untuk meningkatkan pembuangan aqueous humour.
  • Sclerectomy dalam. Operasi ini dilakukan guna memperlebar trabecular meshwork melalui pemasangan alat untuk melebarkan trabecular meshwork.

Crohn's Disease



   
Crohn’s disease atau penyakit Crohn adalah salah satu penyakit radang usus kronis yang menyebabkan terjadinya peradangan pada seluruh lapisan dinding sistem pencernaan, mulai dari mulut hingga ke anus. Akan tetapi penyakit Crohn umumnya muncul pada bagian usus kecil tepatnya pada bagian ileum dan usus besar (kolon).
Kondisi ini bisa terasa menyakitkan, membuat tubuh merasa lemah, dan terkadang bisa menyebabkan komplikasi yang mengancam nyawa penderitanya. Komplikasi yang terjadi umumnya adalah penyempitan ruang usus dan terbentuknya saluran (fistula) yang menghubungkan ujung usus dengan dengan permukaan kulit di dekat anus atau vagina.
Penderita penyakit Crohn memiliki masa remisi yaitu masa tidak timbul gejala apa pun atau hanya mengalami gejala-gejala ringan. Masa remisi ini akan diikuti masa kekambuhan dan terkadang menyulitkan penderitanya.

Gejala-gejala pada Crohn’s Disease
Gejala yang muncul pada penderita penyakit Crohn berbeda-beda, mulai dari ringan hingga yang sangat parah, dan dapat mengenai bagian mana saja pada sistem pencernaan tubuh penderitanya.
Berikut ini adalah gejala-gejala umum yang bisa muncul akibat penyakit Crohn:
  • Merasa sangat kelelahan.
  • Sakit perut dan kram yang terasa lebih parah setelah makan.
  • Diare yang muncul berkali-kali.
  • Tinja bercampur lendir dan darah.
  • Penurunan selera makan.
  • Penurunan berat badan yang ekstrem tanpa dikehendaki.

Beberapa gejala yang mungkin muncul pada penderita penyakit Crohn namun tidak selalu muncul adalah:
  • Demam diatas 38 o
  • Mual
  • Muntah
  • Nyeri dan pembengkakan sendi.
  • Peradangan dan iritasi pada mata (uveitis).
  • Muncul nyeri pada kulit yang menimbulkan kemerahan, seringkali pada kaki.
  • Sariawan

Peradangan yang terjadi pada sistem pencernaan anak-anak bisa menghambat penyerapan nutrisi dari makanan yang mereka konsumsi. Kasus penyakit Crohn yang terjadi pada anak-anak akan mengakibatkan pertumbuhan mereka lebih lambat daripada anak-anak yang sehat.
Berikut ini adalah beberapa kondisi dan gejala yang harus segera mendapatkan penanganan dari dokter, yaitu:
  • Munculnya darah yang bercampur dengan tinja.
  • Diare yang tidak kunjung sembuh.
  • Penurunan berat badan tanpa alasan yang jelas.
  • Sakit perut dan kram perut yang tidak sembuh.

Hal-hal yang Bisa Meningkatkan Risiko Munculnya Crohn’s Disease

Penyebab yang sebenarnya dari penyakit Crohn hingga kini masih belum diketahui. Meskipun begitu, terdapat sejumlah faktor risiko yang bisa dikaitkan dengan penyakit ini, yaitu:
  • Keturunan. Terdapat bukti bahwa penyakit Crohn merupakan penyakit keturunan dalam keluarga. Terlebih lagi, penyakit Crohn cenderung terjadi hanya di beberapa etnis bangsa. Hal tersebut turut membuktikan bahwa penyakit ini merupakan kondisi yang diwariskan turun-temurun.
  • Gangguan sistem kekebalan tubuh. Gangguan dalam sistem kekebalan tubuh menyebabkan sel-sel imun yang seharusnya melindungi usus dari bakteri berbahaya yang masuk ke sistem pencernaan, juga menyerang bakteri baik (probiotik) yang membantu dalam proses pencernaan. Keadaan ini menimbulkan peradangan pada saluran cerna yang berkaitan dengan penyakit Crohn.
  • Merokok. Orang yang merokok memiliki risiko dua kali lipat untuk terkena penyakit Crohn dibandingkan orang yang tidak merokok. Gejala penyakit Crohn pada orang yang merokok biasanya lebih parah dan cenderung membutuhkan operasi untuk penanganannya.
  • Riwayat Infeksi.  Infeksi yang terjadi pada masa kanak-kanak bisa mengakibatkan munculnya reaksi abnormal dari sistem kekebalan tubuh. Kondisi ini pada akhirnya dapat memicu munculnya gejala-gejala dari penyakit Crohn.

Langkah-langkah dalam Mendiagnosis Crohn’s Disease
Berikut ini adalah beberapa jenis pemeriksaan yang mungkin akan dilakukan oleh dokter, baik untuk mendiagnosis penyakit Crohn secara langsung, ataupun untuk mengeliminasi sejumlah kondisi yang juga menimbulkan gejala serupa dengan penyakit Crohn.
  • Pemeriksaan awal. Dokter akan menanyakan tentang pola gejala yang dialami oleh pasien. Selain itu, dokter akan memeriksa apakah terdapat penyebab tertentu terhadap gejala tersebut. Misalnya makanan, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat kesehatan keluarga, serta perjalanan yang baru dilakukan yang dapat menyebabkan gejala diare. Pemeriksaan denyut nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pemeriksaan perut juga akan dilakukan oleh dokter untuk memeriksa kesehatan pasien secara umum.
  • Pemeriksaan darah. Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat peradangan yang terjadi di dalam tubuh pasien. Selain itu, dengan pemeriksaan darah, dokter akan mengetahui jika terjadi infeksi. Jika dari hasil pemeriksaan darah didapatkan tanda anemia, maka bisa jadi pasien mengalami malnutrisi atau perdarahan di dalam saluran pencernaan.
  • Pemeriksaan tinja. Sampel tinja akan diperiksa apakah terdapat kandungan darah dan lendir. Dari prosedur ini, dokter bisa mengetahui apakah gejala yang pasien alami disebabkan oleh parasit cacing gelang atau kondisi lainnya.
  • Kolonoskopi. Ini adalah prosedur yang dilakukan untuk memeriksa bagian dalam dari usus besar. Prosedur ini dilakukan dengan cara memasukkan selang fleksibel yang dilengkapi kamera dan lampu ke dalam usus besar melalui anus dan rektum (bagian akhir dari saluran cerna). Dokter bisa melihat tingkat keparahan dan luasnya peradangan yang terjadi di dalam usus besar. Pada prosedur ini dapat juga dilakukan biopsi (pengambilan sampel jaringan) di dalam saluran pencernaan, untuk kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pemeriksaan tersebut berguna untuk melihat perubahan sel-sel dinding saluran cerna secara mikroskopis, yang merupakan ciri khas penyakit Crohn.
  • Kapsul endoskopi nirkabel. Dalam prosedur pemeriksaan ini, pasien diharuskan menelan kapsul yang akan masuk ke dalam usus kecil. Kapsul akan mengirimkan gambar ke alat perekam. Setelah beberapa hari, kapsul akan keluar dari tubuh melalui kotoran. Ini adalah kapsul sekali pakai.Tidak semua rumah sakit memiliki prosedur yang masih sangat baru ini.
  • CTE (computerised tomography enterography/enteroclysis) dan MRE (computerised tomography enterography/enteroclysis). Kedua metode pemindaian ini dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit Crohn pada usus halus. Pada pemeriksaan, pasien akan diminta untuk meminum cairan kontras (enterografi). Cairan kontras juga dapat dimasukkan ke dalam selang yang kemudian dimasukkan melalui hidung dan mencapai usus halus (enterosiklis). Setelah pasien diberikan cairan kontras, usus halus kemudian dipindai menggunakan metode resonansi magnetik (MRE) atau menggunakan sinar X (CTE).


Mengobati Crohn’s Disease
Pengobatan yang dilakukan pada penyakit Crohn hanya bertujuan untuk meringankan gejala yang dialami serta mempertahankan masa remisi. Hingga saat ini, belum ada penanganan atau obat yang bisa menyembuhkan penyakit Crohn sepenuhnya. Pada penderita anak-anak, pengobatan penyakit Crohn juga bertujuan untuk meningkatkan tumbuh-kembang anak.
Berikut ini adalah beberapa pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala yang muncul, yaitu:
  • Obat Antiinflamasi. Obat antiinflamasi seringkali digunakan sebagai pengobatan pertama yang diberikan kepada penderita penyakit Crohn. Beberapa jenis obat antiinflamasi tersebut meliputi:
  • 5-Aminosalisilat oral. Obat jenis ini diberikan kepada penderita penyakit Crohn pada usus besar namun tidak dapat mengobati penyakit Crohn pada usus kecil. Contoh obat ini adalah sulfasalazine dan mesalamine.
  • Kortikosteroid. Kortikosteroid diberikan jika penderita tidak merespons berbagai pengobatan yang diberikan untuk mengatasi penyakit Crohn. Kortikosteroid dapat menurunkan reaksi peradangan di berbagai bagian tubuh. Namun perlu diingat bahwa kortikosteroid memiliki berbagai efek samping seperti pembengkakan wajah, diabetes, hipertensi, keringat malam, insomnia, dan hiperaktivitas. Kortikosteroid tidak disarankan untuk digunakan pada pengobatan jangka panjang. Waktu pemberian maksimum kortikosteroid pada penderita penyakt Crohn adalah 3-4 bulan.
  • Imunosupresan. Dalam mengobati penyakit Crohn, imunosupresan bekerja dengan cara menekan kerja sistem imun sehingga reaksi peradangan pada saluran pencernaan dapat diredakan. Obat golongan imunosupresan akan bekerja dengan optimal jika dikombinasikan dengan beberapa jenis imunosupresan lainnya. Beberapa kombinasi obat imunosupresan untuk penderita penyakit Crohn adalah:
  • Azathioprine dan mercatopurine. Kombinasi kedua obat ini merupakan yang paling sering digunakan untuk mengatasi peradangan saluran pencernaan. Perlu dilakukan pemantauan rutin dari dokter terhadap pasien terkait efek samping kedua obat tersebut selama konsumsi obat.
  • Infliximab, adalimumab, dan certolizumab pegol. Ketiga obat ini digunakan sebagai peghambat tumor necrosis factor (TNF) yang diduga menjadi penyebab utama penyakit Crohn. Obat-obatan ini dapat digunakan untuk orang dewasa dan anak-anak yang menderita penyakit Crohn sedang dan berat. Obat-obatan tersebut dapat digunakan langsung untuk penderita setelah diagnosis mengonfirmasi adanya penyakit Crohn pada penderita, terutama jika penderita mengalami fistula. Penderita yang mengalami infeksi TBC tidak boleh mengonsumsi ketiga obat tersebut.
  • Methotraxate. Methotraxate merupakan alternatif apabila imunosupresan, apabila obat lain tidak dapat digunakan. Efek samping dari obat ini antara lain adalah mual, lelah, diare dan pneumonia. Obat ini dapat menyebabkan kecacatan pada janin. Untuk itu, baik wanita maupun pasangannya harus menghentikan penggunaan obat ini minimal 6 minggu sebelum merencanakan kehamilan.
  • Cyclosporine dan tacrolimus. Kedua obat ini dapat digunakan untuk mengatasi fistula yang disebabkan oleh penyakit Crohn. Efek samping dari cyclosporine cukup berbahaya sehingga tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
  • Natalizumab dan vedolizumab. Dalam mengobati penyakit Crohn, kedua obat ini bekerja dengan cara menghentikan respons sel imun terhadap integrin. Dengan pemberian natalizumab dan vedolizumab, sel-sel imun dapat dicegah dari menempel pada dinding usus sehingga mengurangi inflamasi. Perlu diperhatikan bahwa natalizumab dan vedolizumab hanya digunakan pada penyakit Crohn berat yang tidak dapat diatasi dengan obat lain.
  • Antibiotik. Antibiotik dapat mengurangi pengeluaran cairan pada fistula serta mengobati abses yang diakibatkan oleh penyakit Crohn. Antibiotik juga diperkirakan dapat membentu meringankan penyakit Crohn dengan cara mengurangi populasi bakteri jahat yang merangsang respons sistem imun pada usus. Perlu diingat bahwa tujuan pemberian antibiotik adalah untuk mencegah terjadinya infeksi pada penderita penyakit Crohn jika dirasa penderita memiliki risiko tersebut. Dua jenis antibiotik yang umumnya digunakan pada penderita penyakit Crohn adalah metrodinazole dan ciprofloxacin.



Untuk meringankan gejala penyakit Crohn dan menurunkan risiko komplikasi akibat penyakit tersebut, dokter juga dapat merekomendasikan beberapa obat seperti:
  • Antidiare, misalnya psyllium atau metilselulosa. Untuk diare yang lebih berat dapat diberikan loperamide.
  • Penghilang rasa sakit. Untuk nyeri ringan, dokter biasanya akan menyarankan paracetamol. Sedangkan ibuprofen dan sodium naproxen tidak diperbolehkan karena dapat memperparah gejala penyakit Crohn.
  • Suplemen zat besi dan vitamin B12. kedua suplemen tersebut dapat mengurangi munculnya anemia akibat penyerapan zat besi dan vitamin B12 yang tidak baik akibat penyakit Crohn.
  • Suplemen vitamin D dan kalsium, untuk menurunkan risiko osteoporosis.

Masa remisi bisa dijalani dengan mengonsumsi obat-obatan tertentu maupun tidak. Jika pasien memilih untuk tetap mengkonsumsi obat, kortikosteroid tidak dianjurkan digunakan pada masa remisi.
Beberapa makanan diduga bisa meningkatkan gejala yang dialami oleh penderita penyakit Crohn, meski hingga saat ini tidak ada bukti yang jelas tentang kaitan makanan dengan penyakit ini.
Jika ada makanan yang diduga memperburuk gejala yang dialami, pasien diharuskan untuk menghindari makanan tersebut. Tapi tidak disarankan untuk menghilangkan sepenuhnya jenis makanan dengan nutrisi tertentu, misalnya biji-bijian atau makan yang mengandung gula.
Bagi orang yang merokok, berhenti dari kebiasaan buruk tersebut akan meringankan gejala yang dialami dan membantu menjaga kondisi tetap berada di masa remisi.

Komplikasi Akibat Crohn’s Disease
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang mungkin terjadi akibat penyakit Crohn, di antaranya:
  • Fistula. Fistula adalah saluran yang terbentuk dari tukak pada dinding saluran pencernaaan, yang menembus bagian lain dari saluran cerna atau bahkan menembus kandung kemih, vagina, anus, atau kulit. Akibatnya dapat menimbulkan nyeri konstan, demam, kotoran yang mengandung darah atau nanah, bahkan kebocoran kotoran di pakaian dalam.
  • Penyumbatan saluran pencernaan. Penyakit Crohn dapat mempertebal dinding usus halus dan memicu penyumbatan aliran makanan. Untuk menghilangkan komplikasi ini dapat dilakukan pembedahan.
  • Ulkus. Peradangan kronis pada usus dapat menimbulkan ulkus atau tukak di berbagai organ pencernaan, termasuk di mulut, usus, anus, dan juga organ genital.
  • Malnutrisi. Diare, nyeri perut, serta kram perut dapat menyebabkan penderita mengalami kesulitan makan dan mencerna makanan. Kondisi ini dapat mengganggu penyerapan nutrisi sehingga menyebabkan penderita kekurangan nutrisi.
  • Osteoporosis. Ini merupakan kondisi ketika kualitas kepadatan tulang menurun akibat usus yang tidak dapat menyerap nutrisi makanan dengan baik. Selain itu, kondisi ini juga berisiko terjadi akibat pemakaian obat-obatan kortikosteroid.
  • Anemia defisiensi besi. Perdarahan yang terjadi di saluran pencernaan akibat penyakit Crohn bisa mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi besi. Gejalanya bisa berupa kelelahan, sesak napas, dan wajah
  • Anemi defisiensi vitamin B12 atau folat. Penderita yang mengalami komplikasi ini akan tampak lelah dan kurang berenergi. Gagalnya penyerapan vitamin dan mineral oleh tubuh juga bisa memicu terjadinya mala
  • Kanker Usus. Penyakit Crohn yang menyerang usus besar akan meningkatkan risiko kanker usus besar.

Polip Usus



 
Polip usus adalah kumpulan sel berbentuk benjolan kecil yang tumbuh pada usus besar (kolon). Polip usus dapat muncul di bagian usus besar manapun. Kebanyakan polip usus tidak berbahaya, namun memiliki risiko untuk berkembang menjadi kanker usus besar yang dapat menyebabkan kematian jika tidak ditangani.
Polip usus ini dapat dialami oleh semua orang dalam berbagai usia. Namun mereka yang berusia di atas 50 tahun, merokok, kelebihan berat badan, serta memiliki keluarga dengan riwayat polip usus atau kanker usus besar berisiko lebih tinggi menderita polip usus.
Ada beberapa jenis polip usus, di antaranya adalah:

  • Polip adenomatosa. Sebagian besar polip usus merupakan polip ademantosa. Meskipun hanya sedikit di antaranya yang berkembang menjadi kanker, namun hampir semua polip ganas yang berhasil diidentifikasi merupakan polip adenomatosa. Ukuran polip memengaruhi risiko berkembangnya polip usus menjadi kanker usus besar. Hanya sekitar 1 persen dari polip usus berukuran kurang dari 1 cm yang berkembang menjadi kanker usus besar. Sedangkan pada polip usus yang berukuran lebih dari 2 cm, 50 persen kasus berkembang menjadi kanker usus besar.
  • Polip serata. Yang termasuk jenis ini adalah polip hiperplastik dan polip sessile. Polip hiperplastik seringkali tumbuh pada kolon bagian bawah, berukuran kecil, dan jarang berkembang menjadi kanker. Sedangkan polip sessile kebanyakan tumbuh di bagian atas usus besar dan berbentuk datar, sehingga seringkali sulit terdeteksi. Polip jenis inilah yang paling berpotensi untuk berkembang menjadi kanker.
  • Polip inflamasi. Polip jenis ini muncul menyertai penyakit kolitis ulserativa atau penyakit Crohn. Polip ini tidak berbahaya, namun kolitis ulserativa dan penyakit Crohn yang mendahului timbulnya polip jenis ini dapat meningkatkan risiko kanker usus besar.

Pemeriksaan skrining rutin terutama pada kelompok orang yang berisiko dapat mendeteksi polip usus sebelum berkembang menjadi kanker usus besar. Dengan skrining rutin, kanker usus besar juga dapat terdeteksi sejak stadium awal, sehingga tingkat keberhasilan pengobatan dan tingkat kesembuhannya tinggi.

Gejala Polip Usus
Umumnya polip usus tidak menimbulkan gejala. Namun pada beberapa kasus, pasien mengeluh adanya:

  • Berdarah saat buang air besar. Merupakan gejala paling umum, namun tidak spesifik untuk polip usus. Kondisi lain seperti ambeien (hemorrhoid) dan kanker usus besar dapat menyebabkan gejala yang sama.
  • Berubahnya jadwal buang air besar. Menderita konstipasi atau diare selama seminggu atau lebih mungkin menandakan adanya polip usus berukuran besar. Namun banyak juga kondisi lain yang dapat menimbulkan gejala serupa.
  • Warna tinja berubah, karena bercampur dengan darah. Namun perubahan warna tinja ini juga bisa karena sebab lain, seperti obat-obatan tertentu, makanan, dan suplemen.
  • Nyeri, mual, atau muntah. Polip berukuran besar dapat menyumbat sebagian usus, sehingga penderita akan mengalami mual, muntah, atau nyeri kram perut.
  • Anemia defisiensi besi. Zat besi dibutuhkan tubuh untuk membentuk hemoglobin dalam darah, sehingga darah dapat mengikat oksigen untuk disalurkan ke seluruh tubuh. Perdarahan kronis akibat polip usus akan menyebabkan zat besi dalam tubuh banyak terpakai untuk pembentukan darah baru terus menerus.


Penyebab dan Faktor Risiko Polip Usus
Mutasi genetik dapat menyebabkan sel membelah diri secara abnormal. Pada usus besar, pertumbuhan sel tidak normal inilah yang menjadi penyebab terbentuknya polip usus. Semakin aktif pertumbuhan sel dan semakin besar ukuran polip, maka semakin besar pula risikonya menjadi ganas.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya polip usus dan kanker usus besar yaitu:

  • Usia. Kebanyakan penderita polip usus berusia 50 tahun atau lebih tua.
  • Faktor keturunan. Risiko terkena polip usus lebih besar jika salah satu anggota keluarga mengidap polip atau kanker usus besar.
  • Menderita radang pencernaan, seperti kolitis ulseratif atau penyakit Crohn.
  • Menderita diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol.
  • Obesitas dan kurang berolahraga.
  • Merokok dan mengonsumsi minuman keras.

Beberapa kelainan genetik juga dapat meningkatkan risiko timbulnya polip usus, antara lain:

  • Familial adenomatous polyposis (FAP). Merupakan penyakit langka, dimana ratusan bahkan ribuan polip tumbuh pada usus besar. Penyakit ini biasanya mulai muncul di usia remaja, dan hampir pasti akan berkembang menjadi kanker kolon apabila tidak segera ditangani.
  • Sindrom Gardner. Merupakan salah satu varian FAP, dimana polip tumbuh di sepanjang usus halus dan usus besar. Pada penyakit ini, dapat ditemukan juga tumor jinak di bagian tubuh lain seperti kulit, tulang, dan perut.
  • Serrated Polyposis Syndrome. Kelainan ini memicu munculnya polip adenomatosa serata multipel di kolon bagian atas.
  • MYH-Associated Polyposis (MAP). Kondisi ini serupa dengan FAP, dan disebabkan oleh mutasi pada gen MYH.
  • Sindrom Peutz-Jeghers. Kondisi yang ditandai dengan munculnya bercak-bercak kecokelatan (freckles) di sekujur tubuh, termasuk pada bibir, gusi, dan kaki, kemudian terbentuk polip-polip pada usus.
  •  Sindrom Lynch. Disebut juga kanker kolorektal non-polip yang bersifat keturunan (herediter). Jumlah polip pada kelainan ini relatif lebih sedikit, namun cepat sekali berkembang menjadi ganas.

Diagnosis Polip Usus
Pemeriksaan skrining rutin dapat mendeteksi polip usus secara dini sebelum berkembang menjadi kanker, selain juga dapat mendeteksi kanker usus besar pada stadium awal. Pemeriksaan skrining yang biasa dilakukan adalah:
  • Kolonoskopi. Adalah pengujian dimana dokter akan memasukkan alat untuk mengamati lapisan dalam usus pasien. Jika ditemukan polip, maka dokter akan segera mengangkat atau mengambil sampel untuk diteliti lebih lanjut.
  • Kolonoskopi virtual. Dokter akan menggunakan hasil pencitraan CT scan untuk melihat gambaran usus. Apabila ditemukan polip, maka dilakukan proses pengangkatan melalui kolonoskopi.
  • Sigmodoiskopi fleksibel. Tujuan pengujian ini adalah untuk memeriksa dinding dalam rektum dan sepertiga bawah dari usus besar pasien. Apabila ditemukan adanya polip, maka proses pengangkatan akan dilakukan melalui kolonoskopi.
  • Uji feses. Ada dua jenis pengujian feses yang bisa dilakukan, FIT (fecal immunochemical test) dan FOBT (fecal occult blood test). Keduanya bertujuan untuk menemukan kandungan darah dalam feses, dan bukan merupakan tes yang spesifik.


Pengobatan dan Pencegahan Polip Usus
Jika ditemukan polip usus saat pemeriksaan, dokter akan melakukan pengangkatan polip. Beberapa adalah:

  • Pengangkatan saat skrining. Sebagian besar polip dapat diangkat ketika pasien menjalani pemeriksaan skrining. Pengangkatan ini dilakukan dengan melalui kolonoskopi.
  • Pembedahan invasif minimal. Tindakan ini akan dilakukan jika ukuran polip terlalu besar, sehingga tidak mungkin diangkat melalui kolonoskopi.
  • Pengangkatan rektum dan usus besar, akan dilakukan pada pasien dengan kelainan genetik seperti FAP. Prosedur ini disebut dengan proktokolektomi total.

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah munculnya polip usus, yaitu:

  • Skrining rutin untuk kelompok yang berisiko tinggi. Apabila ada riwayat polip usus atau kanker usus besar di keluarga, atau memiliki kelainan genetik yang merupakan faktor risiko, pemeriksaan skrining rutin dianjurkan sejak menginjak usia dewasa.
  • Memperbanyak konsumsi buah dan sayuran.
  • Mengurangi konsumsi makanan berlemak.
  • Tidak merokok dan mengonsumsi minuman keras.
  • Menjaga berat badan dan berusaha selalu aktif secara fisik.
  • Mengonsumsi aspirin sesuai anjuran dokter. Mengonsumsi aspirin dapat mengurangi risiko terjadinya polip usus, namun dapat meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna. Oleh sebab itu, penggunaan aspirin harus dalam pengawasan dokter.
  • Menigkatkan konsumsi kalsium. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa meningkatkan konsumsi kalsium akan membantu mencegah kambuhnya polip usus. Namun masih belum dapat dipastikan apakah kalsium mampu mencegah terjadinya kanker usus besar.